Potensi Besar Sampah Gantikan Batu Bara di Pabrik Semen PT SBI

Potensi Besar Sampah Gantikan Batu Bara di Pabrik Semen PT SBI

PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) terus berupaya melakukan efisiensi untuk menekan biaya produksi sejalan dengan kenaikan harga energi dunia. Salah satunya adalah mengganti sebagian bahan bakar batubara dengan biomassa dari pengolahan limbah.

Anak usaha PT Semen Indonesia Tbk ini menggandeng Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap untuk pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jeruklegi.

Dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF), PT SBI memanfaatkan limbah di TPA Jeruklegi yang telah melalui tahap pencacahan dan pengeringan untuk dijadikan bahan bakar dalam proses produksi semen. Penggunaan RDF dapat mengurangi konsumsi batubara sebesar 5-6% per hari.

Direktur Manufaktur PT SBI, Soni Asrul Sani mengatakan, tahun ini fasilitas RDF Jeruklegi mampu mengolah sampah basah hingga 160 ton per hari untuk menghasilkan 70 ton RDF.

“Batu bara kita ganti sekitar 5% sampai 6%. Tentunya dengan harga batu bara saat ini, nilai efisiensi yang kita dapatkan cukup baik, sehingga kita masih bisa bersaing dari segi biaya produksi,” kata Soni kepada wartawan di TPA Jeruklegi, Selasa. (28/6).

Harga batu bara di Newcastle ICE Market pada Selasa malam (28/6) berada di level US$ 394 per ton, naik 2,34% dibanding harga pekan lalu US$ 385 per ton. Secara bulanan, harga mineral hitam ini naik 21,23% dari US$ 325 per ton. Lihat kotak data berikut:

Sejak 1 April 2022, harga batu bara Indonesia untuk industri semen dipatok pada US$ 90 per ton. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen) No. 58.K/HK.02/MEM.B/2022 tentang Harga Jual Batubara Untuk Memenuhi Kebutuhan Bahan Baku Industri Dalam Negeri.

Penetapan ini bertujuan untuk memberikan kepastian pemenuhan kebutuhan batubara sebagai bahan bakar industri di dalam negeri. Namun, harga US$ 90 per ton tentu tidak berlaku untuk industri pengolahan dan pemurnian mineral logam atau peleburan.

Meski begitu, industri semen masih kesulitan pasokan batu bara, sebagaimana dilaporkan PT Semen Indonesia kepada DPR. Perusahaan semen pelat merah itu membutuhkan 7,3 juta ton batu bara untuk produksi, namun hanya mendapat 5,7 juta ton.

Induk perusahaan PT SBI kemudian menggelar tender pengadaan batu bara sebanyak tiga kali, namun semuanya gagal mendapatkan pasokan yang dibutuhkan.

Sambung Soni, PT SBI memiliki empat pabrik semen di Bekasi, Aceh, Tuban, dan Cilacap. Skema serupa juga akan diterapkan di pabrik semen di Aceh. Saat ini PT SBI dan Pemda Aceh masih menjalin komunikasi.

Hal serupa pernah dilakukan pabrik semen di Tuban, Jawa Timur. Namun, skema tersebut tidak bertahan lama karena TPA RDF berada di Surabaya. “Di Gresik kebetulan Semen Indonesia mengembangkannya, tapi karena jaraknya sekitar 90 km, jadi tidak irit,” lanjut Soni.

Pengolahan Sampah Menjadi Sumber Baru Hasil Biomassa Lokal

Sebagai pemilik TPA seluas tiga hektar, Pemkab Cilacap mendapatkan sejumlah keuntungan dari pengoperasian RDF di lokasi tersebut. Di antaranya, Pemkab tidak perlu lagi membeli lahan baru untuk memperluas TPA Jeruklegi karena pasokan sampah bisa dipindahkan secara bertahap.

Setiap harinya terkumpul 943 ton sampah dari 24 kecamatan di Kabupaten Cilacap. Selain sampah lokal, RDF TPA Jeruklegi juga mendapat pasokan sampah dari Kabupaten Banyumas sebanyak 5 ton per hari.

TPA Jeruklegi, Cilacap. (database)

Selain itu, proyek yang memiliki nilai investasi Rp 88 miliar ini juga akan memberikan tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 80 juta per bulan. Sejak diresmikan pada Agustus 2020 lalu, PT SBI masih menjadi satu-satunya pengguna yang menikmati pengolahan sampah TPA Jeruklegi.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap Sri Murniyati mengatakan, meski berpenghasilan puluhan juta rupiah, Pemkab Cilacap juga harus membayar tagihan listrik yang mencapai Rp 75 juta sebulan.

Untuk memperlebar disparitas pendapatan dan belanja, Pemkab Cilacap berharap teknologi RDF juga dibangun di beberapa TPA, khususnya TPA satelit.

“Sampai saat ini kami hanya mampu menutupi sebagian kecil, tidak semua. Kami mengusulkan kepada Pemerintah Daerah agar TPA satelit kami dibangun dengan RDF skala mini. Sehingga biayanya bisa lebih ditekan lagi,” kata Murni.

Aliran Pengolahan Sampah

Murni menjelaskan alur pengolahan sampah di TPA RDF Jeruklegi cukup kompak dan sederhana. Sampah basah dari masyarakat langsung dialirkan ke bagian penjemuran. Dengan menggunakan mesin peniup, tong sampah basah dapat mengering dalam waktu dua hingga tiga hari.

Sampah basah dengan kadar air di atas 50% dapat dikeringkan hingga 20% sampai 25%. Setelah itu, sampah kering dimasukkan ke mesin pencacah hingga menjadi potongan-potongan kecil untuk dikirim ke PT SBI. “Cara kerja mesin ini sederhana. Ada pencacah, pengering, dan sortir,” kata Murni.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan sejumlah daerah sudah mengajukan proposal pembangunan RDF ke Pemprov. Daerah tersebut adalah Banyumas, Jepara dan Magelang.

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, mengatakan RDF dapat menjadi solusi alternatif dalam pengelolaan sampah perkotaan. Menurut Citra, teknologi RDF dinilai lebih efisien ketimbang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

RDF memiliki nilai tambah karena hasil olahannya dapat langsung digunakan terutama untuk pabrik yang membutuhkan bahan bakar energi besar seperti pabrik semen.

“RDF dari segi biaya dan hasil bisa tetap digunakan sebagai bahan bakar. Dari segi investasi, PLTSa cukup mahal sehingga harga listriknya juga tinggi. Namun secara keseluruhan rantai penggunaan juga perlu diperhatikan, yang mana kegunaan RDF ini, dan evaluasi output atau emisi yang dihasilkan, ujar Citra.